Senin, 29 Juni 2015

Belajar Dari Flashdisk



Dibeli seharga Rp.200.000,- dengan kapasitas 2GB, awal memiliki flashdisk semasa SMP memang sangat bergengsi. Tahun 2006, kala itu memang perangkat portable ini masih menjadi stuff langka untuk dimiliki. Orang-orang jaman itu masih lebih nyaman menggunakan disket. Namun, aku yang bergaul dengan “a-be-ge hedon” ini tak kuasa untuk tidak mengikuti arus membeli flashdisk sebagai alat simpan file.
Namun, apa istimewanya flashdisk ini? baik, yang istimewa bukanlah harga, kapasitas, maupun kenangan hedon yang kujalani. Tetapi: kesetiaannya menemaniku selama hampir sembilang tahun! Mungkin menurut kebanyakan orang, ini adalah hal konyol yang tidak perlu dibanggakan. Tapi bagiku, sebuah kisah yang kujalani antara aku dan flashdisk adalah kisah yang selalu mampu membuatku tersenyum.
Ini flashdisk, tempat menyimpan file, biasanya sering tidak pernah diperhatikan oleh orang, apalagi ketika hilang. Orang lebih menyayangi isi data flashdisk tersebut ketimbang barang itu sendiri.  Sehingga, jika barang mungil ini hilang, ia tidak begitu dicari—bahkan mudah dilupakan.
Aku, bersama flashdisk ini, belajar arti takdir. Terasa sederhana, namun memang begitu adanya. Flashdiskku ini sering sekali hilang. Berkali-kali. Sampai aku lupa semua kejadian hilangnya barang penyelamatku ini. Salah satu kejadian yang kuingat adalah ketika flashdisk ini dihilangkan oleh kakak kelas di STM. Ia lupa mencabutnya di ruang jurusan. Kesedihan pertama yang kurasakan adalah itu flashdisk pertamaku dan aku tidak rela barang itu hilang. Aku tidak suka perubahan yang menyedihkan, apalagi kehilangan sesuatu yang sangat aku hargai.
Akan tetapi, anehnya, aku sama sekali tidak merasa kehilangan. Sungguh tidak merasa. Meski kenyataannya barang itu hilang, namun aku merasa ia tidak benar-benar hilang dan pasti akan kembali lagi. Berminggu-minggu kurasakan itu. Usaha telah kulakukan. Mencari ke Jurusan, ke kawan-kawan sebelumnya yang ikut ke sana, dll. Sampai akhirnya aku pasrah, dan tidak lagi mencari, tidak lagi berharap. Tiba-tiba, esoknya, flashdisk itu kembali! Itu hanya salah satu kisah yang  paling saya ingat. Yang lainnya, inti kisahnya sama, hanya beda kasus. Hahaa..
Saat kuliah, flashdisk itu makin menjadi-jadi dan liar. Aku pun semakin konyol dengan benda lucu ini. Gantungan flashdisk ini menjadi identitas lucunya! (guling-guling). Nah, sekarang, sama seperti kisah yang sudah-sudah, ia hilang lagi. Dan lagi, selalu, hatiku tetap merasa ia tidak benar-benar hilang. Semester delapan inilah aku merasakan kehilangan terlama. Perpisahan terlama. Sedih..
Sudah lebih dari satu semester ia hilang. Aku masih sering menanyakan keberadaannya di setiap kawan dan orang-orang yang permah meminjamnya. Tapi, tadi malam, salah satu kawanku mengeluarkan “kekasihku” dari tasnya! “Kan mbak yang kasih pinjam waktu setelah Lanjut XV itu. Lupa?” ujarnya. Iya, aku lupa.
Satu kesimpulan yang kudapati dari kisah ini. jika memang ia masih akan bersamaku, ia pasti akan kembali. Jika memang rezekiku masih panjang untuk bersamanya, ia pasti akan kembali. Jika memang masih ada harapan untuk kembali, hati ini pasti tenang. Hingga aku mengikhlaskannya dan mulai tidak memikirkannya, maka saat itu ia kembali. Aku rasa ini hanya simulasi Tuhan. Apapun yang terjadi dalam lakon hidup ini, Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara yang harus kita dengarkan. Percaya saja, janji Tuhan itu pasti. Dan, sedikit tidak, Ia pasti memberikan pertanda atas bukti cintaNya. Ia memudahkanku menjalani lakon karyaNya.  Terima kasih, flashdisk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar