Jumat, 19 Juni 2015

Reflection (5)

            Sepertinya aku harus memulai untuk menyadari bahwa kesibukan ini kian berkurang. Rasanya sepi. Setelah Rapum terlewati, semakin lenganglah kegiatanku. Maka, kuputuskan untuk kembali menjajaki matras yang telah lama kutinggalkan di belakang. Kasihan adik-adikku di sana. Tercekik kemahasiswaan tanpa tahu cara menyasatinya. Aku ingat saat pertama kali masuk rektorat mengurus kegiatan Merpati Putih (MP) di kampus ini. Duh, untunglah dari dulu selalu mendapat “perlakuan” keras, jadi “kekerasan” di rektorat tidak begitu membebani. Jadilah kami berjuang mempertahankan kelompok latihan (kolat) Universitas Mataram ini dengan sepenuh hati.
            Sudah bertahun-tahun kutinggalkan, ternyata keadaan cukup parah. Komunikasi dengan anggota berbeda cabang ternyata tidak berjalan dengan lancar. Kawan-kawan anggota yang berasal dari luar Cabang Mataram—Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa—seperti tidak ter-cover dan akibatnya kami tidak lagi saling mengenal identitas masing-masing. Aku tidak sepenuhnya menyalahkan mereka para pengurus yang aktif karena memang keadaan cabang sedang dalam masa perbaikan dan, ya, Alhamdulillah sekarang sudah mulai membaik.
            Kawan-kawan Korps Balik II Mataram menyambutku hangat. Betapa bahagianya diterima kembali sejak semester tiga lalu meninggalkan mereka. Kini, aku berusaha untuk tidak mengkambinghitamkan semester delapan ini untuk mangkir lagi. Segera kuperbaharui keanggotaanku di tingkat nasional. Semoga ini langkah awal untuk kembali menemukan jati diriku yang sebenarnya. Tidak lagi terwarnai juga terguncang oleh kepentingan orang lain yang ternyata tidak baik untukku. Menghilangkan siapa itu Baiq Ilda Karwayu.
           Semester delapan ini memang jadwal mulai perlu ditata ulang. Cukuplah terlalu aktif di Pena Kampus. Aku akan tetap stay di sini, namun tidak untuk direcoki oleh kegiatan. Hahaa.. kejam, ya? Tidak. Tentu tidak. Aku yakin mereka akan paham karena mereka semua menyayangiku. Kuputuskan untuk mencari kegiatan sampingan selain menulis dan menyelesaikan skripsiku. Latihan MP lagi, dan, bagaimana jika mencari tempat mengajar baru? Yang lebih beragam dan menantang.
            Dan, kebetulan, Tuhan menjawab rencanaku. Pintu kesempatan dibukakan melalu Atha, salah satu rekan kelompokku saat KKN. Ia menawarkan mengajar speaking di salah satu kawan SMA-nya yang butuh latihan berbicara Bahasa Inggris. Langkah yang bagus untuk memulai komitmen sebagai seorang pengajar.
            Selain itu, berbicara masalah ide-ide di kepalaku yang mulai memburuk, sepertinya aku harus berlari ke tempat yang kondisinya lebih “bijaksana” dari lingkungan ini. Maksudku, bukan secara denotatif. Aku melihat ini dengan mata konotatif. Kini aku bisa lebih tenang menghadapi apa yang ada di depanku. Tuhan terasa lebih dekat dengan situasi yang ada sekarang ini. Harus kuakui, aku patut berterima kasih kepada mereka yang telah menyakitiku sedemikian dalam dan kejam. Karena tanpa mereka, aku tidak akan menyadari betapa Tuhan selalu mencintai aku dengan ribuan ayat-ayat cinta yang Ia turunkan ke dunia—yang sekarang akan selalu kugenggam dan kucoba untuk tidak lagi melalaikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar