Sepertinya
aku harus memulai untuk menyadari bahwa kesibukan ini kian berkurang. Rasanya
sepi. Setelah Rapum terlewati, semakin lenganglah kegiatanku. Maka, kuputuskan
untuk kembali menjajaki matras yang telah lama kutinggalkan di belakang.
Kasihan adik-adikku di sana. Tercekik kemahasiswaan tanpa tahu cara
menyasatinya. Aku ingat saat pertama kali masuk rektorat mengurus kegiatan
Merpati Putih (MP) di kampus ini. Duh,
untunglah dari dulu selalu mendapat “perlakuan” keras, jadi “kekerasan” di
rektorat tidak begitu membebani. Jadilah kami berjuang mempertahankan kelompok
latihan (kolat) Universitas Mataram ini dengan sepenuh hati.
Sudah
bertahun-tahun kutinggalkan, ternyata keadaan cukup parah. Komunikasi dengan
anggota berbeda cabang ternyata tidak berjalan dengan lancar. Kawan-kawan
anggota yang berasal dari luar Cabang Mataram—Lombok Barat, Lombok Timur,
Sumbawa—seperti tidak ter-cover dan
akibatnya kami tidak lagi saling mengenal identitas masing-masing. Aku tidak
sepenuhnya menyalahkan mereka para pengurus yang aktif karena memang keadaan
cabang sedang dalam masa perbaikan dan, ya, Alhamdulillah sekarang sudah mulai
membaik.
Kawan-kawan
Korps Balik II Mataram menyambutku hangat. Betapa bahagianya diterima kembali
sejak semester tiga lalu meninggalkan mereka. Kini, aku berusaha untuk tidak
mengkambinghitamkan semester delapan ini untuk mangkir lagi. Segera
kuperbaharui keanggotaanku di tingkat nasional. Semoga ini langkah awal untuk
kembali menemukan jati diriku yang sebenarnya. Tidak lagi terwarnai juga
terguncang oleh kepentingan orang lain yang ternyata tidak baik untukku. Menghilangkan
siapa itu Baiq Ilda Karwayu.
Semester
delapan ini memang jadwal mulai perlu ditata ulang. Cukuplah terlalu aktif di
Pena Kampus. Aku akan tetap stay di
sini, namun tidak untuk direcoki oleh kegiatan. Hahaa.. kejam, ya? Tidak. Tentu
tidak. Aku yakin mereka akan paham karena mereka semua menyayangiku. Kuputuskan
untuk mencari kegiatan sampingan selain menulis dan menyelesaikan skripsiku.
Latihan MP lagi, dan, bagaimana jika mencari tempat mengajar baru? Yang lebih
beragam dan menantang.
Dan, kebetulan,
Tuhan menjawab rencanaku. Pintu kesempatan dibukakan melalu Atha, salah satu
rekan kelompokku saat KKN. Ia menawarkan mengajar speaking di salah satu kawan SMA-nya
yang butuh latihan berbicara Bahasa Inggris. Langkah yang bagus untuk memulai
komitmen sebagai seorang pengajar.
Selain itu,
berbicara masalah ide-ide di kepalaku yang mulai memburuk, sepertinya aku harus
berlari ke tempat yang kondisinya lebih “bijaksana” dari lingkungan ini.
Maksudku, bukan secara denotatif. Aku melihat ini dengan mata konotatif. Kini
aku bisa lebih tenang menghadapi apa yang ada di depanku. Tuhan terasa lebih
dekat dengan situasi yang ada sekarang ini. Harus kuakui, aku patut berterima
kasih kepada mereka yang telah menyakitiku sedemikian dalam dan kejam. Karena
tanpa mereka, aku tidak akan menyadari betapa Tuhan selalu mencintai aku dengan
ribuan ayat-ayat cinta yang Ia turunkan ke dunia—yang sekarang akan selalu
kugenggam dan kucoba untuk tidak lagi melalaikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar