Sabtu, 06 Agustus 2016

Puisiku di Sumut Pos 18 Juli 2016



Di Samping Jendela

aku memupuk bebibit mimpi di samping jendela

rerintik dongeng dari hujan
menjadi tinta yang melukis puisi bianglala

setelah kucing menjatuhkan nyawanya dua kali
erangan angin yang menabrak malam
tidak lagi berarti

2016   



Malam Takbir

sepasang telinga merapat
menyapu nada-nada
yang terseok di antara runtuhan petuah
kantuk menangkap mata—ia telah jatuh
mencoba merajut kesadaran kembali
sebelum takbir disemai dini hari

2016



Petang

ayam-ayam enggan pulang
petang memutar dongeng pepadian

rerumputan mencium air mata
hujan membunuh petang
nafasnya jatuh perlahan

2016



Kunang-kunang

kau mengiris waktu setebal perjalanan malam
tetapak tanah tersenyum masam
menatap kunang-kunang
            yang bertanya  kepada pepadi;
di mana ia akan bersiang nanti?



Selembar Pikiran

selembar pikiran
tidak sedang di atas meja
jatuh di lantai
tersapu pagi

ia masih menyimpan mata
            di balik selimut
sementara para semut
sibuk membaca pikiran

2016



Kanvas
: Otty Widasari

membaca bulir-bulir nafas di atas kanvas. mengingatkanku kepada mata sayu dengan asap rokok sebagai cameo. film-film diceritakannya sebagai corong patgulipat yang dahaga.
mendengar gemericik susu dituang di atas kanvas. membangunkan rinduku yang seketika menjamur di tiap helai kenangan (yang kukenakan selalu setiap merajut usia).

2016




sekian. cukuplah jadi pemantik untuk selanjutnya. masih dalam tahap menyelam. bersama YU.