Sabtu, 24 Oktober 2015

Buku-buku Antologiku

Menulis sejak 2012 bersama Komunitas Akarpohon Nusa Tenggara Barat (NTB), membuat saya kian fasih mengasah bakat dan mimpi yang telah ada sejak kecil. Pencapaian yang masih seumur jagung ini pun akhirnya membuahkan beberapa antologi puisi. Semacam kumpulan tulisan bersama kawan-kawan penulis, begitu.
Saya sangat berterima kasih kepada tangan-tangan yang turut membantu. Tuhan pun masih setia menggenggam dan merajut mimpi umat-Nya ini. Sekedar mengenang perjalanan kepenulisan saya, inilah hasilnya: 
  1. Antologi Puisi 100 Penyair Perempuan (2013)
    Meski buku ini tak sampai di tangan karena saya tidak hadir dalam acara penerbitan perdananya di Jakatra sana, saya cukup bangga. ssttt, dari sekian banyak, puisi saya ternyata hanya satu. hahaa... namun tetap saja itu adalah torehan proses yang menyenangkan karena satu puisi itu justru membuat saya secara otomatis menjadi anggota Komunitas Penulis Perempuan Indonesia (KPPI).                                                                                                                                            
  2. ISIS dan Musim-musim; Antologi Puisi 17 Penyair Indonesia Timur (2014)
    Ini buku pertama yang hadir di rak buku saya! ada dua kiriman buku, satu saya putuskan untuk menaruhnya di Sekretariat LPM Pena Kampus. Betapa bangga saya bisa menyumbang buku walaupun hanya satu. Melalu buku ini, saya mendapat banyak kawan baru. Salah satunya adalah Kakak Diana yang tinggal di Sumba. Kami cukup akrab saat membicarakan puisi dan sastra. Saya berencana ingin berkunjung ke Sumba setelah wisuda nanti. Bukankah berteman akan lebih dekat jika saling bertatap muka? cannot wait to do that!                                                              
  3. Antologi Puisi Penyair Perempuan Nusa Tenggara Barat (2015)
    Ayaai.... ini buku produksi Akarpohon pertama saya. Setelah ini, insyaAllah saya akan merilis buku puisi tunggal pertama saya di 2016 mendatang. Diproduksi oleh Akarpohon tentunya ^_^                                                                                                            
  4. Kembang Mata; Puisi Pilihan Suara NTB 2014 (2015)
    Well, saat postingan ini ditulis, buku ini belum sampai ke tangan saya. Akan tetapi saya sudah melihatnya secara langsung dari salah seorang  kawan yang juga namanya ada dalam antologi ini. Terima kasih untuk Mas Kiki Sulistyo yang selama bertahun-tahun telah berhasil memperjuangkan Kolom Satra dalam Koran Harian Suara NTB. Hingga akhirnya kami di daerah ini semangat membangkitkan ruh sastra di koran lokal kami. Dan, inilah hasil apresiasinya. Alhamdulillah..
 Nah, itulah awal kisah dalam meniti mimpi bersama tinta dan bulir-bulir pikiran.  Semoga saya tetap gila untuk menghasilkan karya yang lebih berkualitas. Aamiin..

Senin, 19 Oktober 2015

Hai, Semester 9! stay smart, please..

Bukan alasan juga (sebenarnya) untuk saya menikmati tahun keempat saya di Kampus Putih ini. Terlampau nikmat menjajaki dunia kerja membuat tugas akhir itu menjani berjamur di sudut meja kamar. Ditambah dengan dosen pembimbing yang super duper perfect in every ways, it makes me stuck in every ideas. Too much worry and less steps.
Saya telah banyak menyusun langkah kedepan setelah wisuda kelak. Tawaran kerja makin banyak, pemasukan pasang surut, kegiatan di Pena pun tak berubah. Nah, saya pun suatu hari bertanya dalam diri, "You never walked at all. You stay at your spot. Getting worse, smartless, no reading, no writing. What the hell are you doing?!"
Yap, and I am feeling useless, even for my own self. Saya pun memutuskan untuk menghilang sejenak dari kehidupan kampus. Pergi  berjalan-jalan bersama kekasih dan kembali menyusun rencana. Hanya rencana. Sekali lagi, saya tidak berjalan maju ataupun mundur. Lantas, penghilangan saya tidak berhasil; harus apalagi? Kekasih saya menyarankan untuk napak tilas, siapa saya dan bagaimana seharusnya saya hidup (sekarang ini).
I lost many friends. I was busy with my Pena Kampus. Serupa sempurna namun cacat fatal: saya menjalani hidup yang tak utuh. Menyelesaikan masalah orang namun lupa akan masalah sendiri. Tak berani pergi dari zona nyaman karena takut dilupakan. Pengecut. Haruslah saya berani bergerak untuk diri sendiri agar tak lupa arah. Saya harus kembali menulis meski sekedar mencurahkan reremah kesakitan dan hal-hal yang tak runut. Agar hati tenang. Agar saya kembali menjadi siapa saya sesungguhnya. Membacalah. Menulislah, Ilda! stay smart ^_^