Rabu, 03 Februari 2016

Kemunduran Sistem Adminstrasi Akademik: Celoteh Mahasiswa (sok) Peduli

Ketika setiap orang menganggap segalanya mudah, maka lancarlah pula segala urusan. Termasuk dalam hal pendataan mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan Universitas Mataram (FKIP Unram). Semester genap di 2016 ini, mahasiswa kembali membayar kewajibannya sebagai pelajar di Kampus Putih. Setelah membayar, mahasiswa biasaya mengurus iuran orangtua mahasiswa (IOMA)—yang pada 2016 ini tidak lagi wajib dibayarkan. Sehingga setelah membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), mereka fokus mengurus pengisian kartu rencana studi (KRS), lalu menunggu waktu masuk kuliah.
Sebab akibat dari pembayaran SPP mahasiswa adalah terteranya nama mereka dalam buku daftar hadir kelas. Sehingga—dibalik proses setelah pembayaran SPP tersebut—pihak kampus akan meminta data dari bank mitra. Bank Mandiri menjadi mitra FKIP dalam proses administrasi tersebut. Jika sejak lama keduanya telah melakukan kerjasama dan belum ada protes terkait kesalahan data, lantas, mengapa tahun ini harus tidak lagi bekerjasama?
Dikatakan demikian, pasalnya baru kali ini Kabbag Akademik FKIP mengeluarkan pengumuman yang isinya meminta seluruh mahasiswa tahun ajaran 2015/2016 mengumpulkan foto-copy bukti pembayaran SPP. Dalam pengumuman tersebut, tujuan pengumpulannya adalah untuk memudahkan pihak akademik dalam menyusun daftar hadir kelas.
Ini bukan masalah tidak mampu membayar foto-copy sebesar seratus lima puluh rupiah. Tapi ini lebih kepada esensi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari bidang akademik itu sendiri. Bagaimana hal yang mudah—menyalin data bank—menjadi begitu rumit sehingga “merepotkan” mahasiswa dengan harus kembali mengumpulkan bukti pembayaran SPP? Salah seorang petugas akademik menjelaskan kepada saya ketika bertanya. “Meminta data ke bank itu kan sulit. Apalagi fakultas. Sekarang mau dianggap ndak bayar SPP?”
Pengumuman yang agak merepotkan

Sekali lagi saya katakan, bukan masalah foto-copy. Namun masalah tupoksi. Setelah informasi dari Akademik tersebut tersebar di dunia maya, santer ia menjadi buah bibir; baik di kalangan mahasiswa aktif maupun alumni. Salah seorang alumni berkomentar di halaman Page Facebook LPM Pena Kampus FKIP Unram, “Ini kampus kok nggak maju-maju, ya? Apa sulitnya minta data ke Mandiri? Toh dari dulu juga nggak pernah ada yang beginian.”
Begitu juga dengan hasil diskusi singkat beberapa mahasiswa di kantin kampus. Bahwa data mahasiswa yang telah membayar SPP tidak hanya dipegang oleh Akademik, tetapi juga wakil dekan (WD) I selaku pemegang segala urusan terkait akademik. Hal ini pun dibuktikan dengan mudahnya para jurnalis LPM Pena Kampus saat meminta data terkait keperluan mereka dalam penelitian oleh bidang pelatihan dan pengembangan (Litbang) pada 2015 lalu. Maka, dari sekian banyak pengalaman, bukti, diskusi, dan komentar, apa yang membuat pihak Akademik FKIP Unram menikmati kemundurannya dalam mengelola sistem administrasi?
Setelah ini, saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan mahasiswa yang enggan mempertanyakan hal di atas. Saya tidak tahu nasib saya yang mau repot-repot menuangkan isi pikiran melalui tulisan ini. Mungkin tidaklah penting. Mungkin juga akan mengancam perjuangan saya yang tidak lagi butuh daftar hadir kelas. Mungkin, mungkin saya mengganggu kenyamanan orang lain. Mungkin..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar